UPAYA MANUSIA MENCURANGI KEMATIAN DEMI MENGGAPAI HIDUP ABADI MELALUI SAINS DAN TEKNOLOGI

Hidup selamanya dalam artian harfiah, tidak mengenal kematian pernah dibahas oleh beberapa kalangan ilmuwan dan para pengusaha kaya dunia. Ide singularity mencuat dimana manusia ingin menipu maut dan menunda kematian hingga waktu yang tidak terbatas. Tampaknya ada sebagian manusia yang ingin sekali hidup abadi. Mereka ingin lari dari kenyataan hidup yang fana.


Ide ini terdengar gila ketika para peneliti bekerja keras untuk memahami mesin alam yang paling rumit yakni mesin biologis yang mana kita manusia termasuk didalamnya.

Mereka bertanya tanya sejak ribuan tahun yang lalu, apakah kematian itu? Apakah dia hanyalah masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan ilmu pengetahuan? Dapatkah usia manusia diperpanjang hingga 2-3 kali lipat dari yang sekarang?

Bagaimana jika kematian hanyalah sebuah persoalan yang dapat kita atasi?

Menarik sekali!

Tapi tahukan kita apa yang akan terjadi jika kita bisa hidup abadi, tanpa mengenal kematian? Sesungguhnya memang tidak ada yang tahu persis, karena belum ada yang pernah mengalaminya, namun ada satu hal yang nyata, kita manusia sesungguhnya saling terhubung dengan alam semesta kita, dengan planet dan bumi kita. Selagi kita menghirup udara, minum dan memakan makanan, kita dan para hewan dan juga tanaman sesungguhnya hanyalah makhluk makhluk dari bagian mesin alam yang saling mendaur ulang dan sulam menyulam dalam kehidupan.

Kita adalah lingkungan yang walau terlihat saling mendominasi namun masih "diwasiti" oleh hukum keseimbangan agar mesin kehidupan dapat berjalan terus menerus sebagaimana mestinya.

1. MESIN ALAM SEMESTA

Tidak terlalu rumit. Jika ada makhluk abadi dan kita menjadi salah satunya sesungguhnya ras manusia terlihat belum siap untuk itu. Lihatlah kita, masih sama dengan hewan hewan lainnya, masih memakan daging dan pucuk pucuk tanaman, masih menghirup okisgen dan meminum cairan. Semuanya untuk hidup agar mesin tubuh biologis kita tetap bekerja. Kita mengkanibal mesin lain, mereka adalah hewan hewan dan tanaman. Kita mengolah protein mereka untuk dijadikan darah, menguatkan otot dan menghidupkan neural di otak kita. Bukankah sebagian kita tidak bermaksud sekejam itu? Pilihan apalagi selain itu? Artinya kita dipaksa oleh sebuah hukum mekanisme alam.

Kita tidak pernah memikirkan teriakan kesakitan makhluk makhluk yang kita sembelih dan kita makan adalah harga dan bayaran kehidupan. Demi memotori kehidupan dan kita sangka kita sangatlah penting dan vital. Padahal tidak demikian, kita hanya dilengkapi dengan sensor perasa dan merasa penting, sama seperti singa yang merasa mereka adalah penting.

Singa dan harimau juga tentu demikian ketika mereka memangsa seekor impala, bukan salah mereka jika mereka hidup dengan cara itu, hukum alam telah mengaturnya. Rusa memiliki pilihan hanya berlari saat di kejar oleh harimau, tidak ada pilihan untuk melawan, ada mekanisme alam yang sedang berjalan. Perasaan kita teriris melihat seekor bayi kijang yang cantik dimangsa oleh macan, tapi apa hak kita mencampuri hukum alam? Perhatikan baik baik, bayi impala dikunyah hidup hidup oleh seekor jaguar. Dan jaguar itu pulang ke sarangnya untuk menyusi bayi bayinya. Itulah hidup.

Bagi manusia ada kesadaran yang lebih dalam walau "harus" hidup seperti itu, kita dapat menghitung banyak hal dengan kecerdasan matimatis, kita dapat membunuh makhluk lain dengan cara lebih halus namun tetap hipokrit untuk tidak mengakuinya. Karena sebenarnya kita semua sedang saling "mengkanibal" satu dengan yang lain. Ketika giliran manusia mati mereka akan dimakan oleh cacing dan ulat untuk diuraikan menjadi humus, humus humus yang dimakan oleh berbagai jenis tanaman. Peta genetik kita tersebar diantara hewan dan tanaman untuk kemudian dimakan kembali oleh manusia dalam bentuk hewan ternak atau tanaman.

Mengapa kita mensakralkan hak kita untuk menjadi pemangsa? Karena kita di pasangi mesin perasa dan mesin ego. Mesin mesin yang kita butuhkan untuk mempertahankan ras kita. Dan pada gilirannya kita juga akan dimangsa oleh makhluk makhluk yang paling lemah, bakeri dalam tubuh kita yang mulai menghancurkan kita perlahan lahan. Tubuh manusia dan hewan sama: Mereka akan hancur seiring waktu namun peta genetik mereka sangat kokoh, gen tidak pernah hancur saat tubuh kita mengurai menjadi humus tanaman.

Dimana gen gen itu hanya bisa aktif ketika bertemu dengan dengan jenisnya. Ketika manusia makan kangkung barangkali didalam kangkung ada zat dan elemen yang hanya cocok buat manusia, namun tidak cocok buat kambing, sebaliknya cocok buat kambing tidak cocok buat manusia.

Kita hanyalah sekelompok entropi kata dalam adonan alam semesta karena di dalam diri kita juga tersimpan banyak hal yang dibutuhkan oleh hewan dan tanaman.

2. SALING BERGANTUNG

Kita memasuki kehidupan bersosial dengan sesama manusia, saya butuh manusia lain agar tidak kesepian hidup dipermukaan bumi ini tidak mungkin saya bersosial dengan kambing. Walaupun saya dan para hewan maupun para tanaman hidup dalam menghirup udara yang sama, minum air yang sama, saya jelas tidak dapat mengandalkan mereka untuk kehidupan bersosial saya.

Saya butuh makan dan hanya manusia yang bisa memasak makanan saya, saya butuh pakaian dan hiburan, hanya manusia yang dapat melakukannya. Begitu kucing mengeong mereka butuh berinteraksi dengan kucing lain yang mengeong, mereka tidak mengerti cara kita menirukan suara mereka. Walaupun mereka hidup ditengah kita hukum alam telah membuat realitas mereka begitu berbeda dengan kita, baik visual maupun emosional.

Secara umum kita saling bergantung hidup dengan alam semesta, secara emosional kita memiliki "kutukan cinta" yang membuat kita membelai kepala kucing dan anjing peliharaan kita. Mengapa kita tidak berdaya terhadap bayi yang lemah dan mengapa kita melihat mereka begitu indah? Karena di dalam tubuh kita dipasang sensor sensor perasa yang mengikat kita dengan hal hal "terpilih" seperti itu.

Aturan itu tidak terhubung secara logis di otak neural kita akan tetapi bentuknya sangat "teknis" dan sisitemnya diatur melalui automatisasi mekanisme alam, dimana kita perlahan lahan tidak akan berdaya ketika melihat bayi menangis dan tertawa. Kita menyebutnya empati.

Itulah sebabnya terkadang seekor macan terlihat memelihara bayi impala yang seharusnya dia makan, dia terperangkap dalam rekayasa perangkat lunak didalam dirinya yang tiba tiba "jatuh hati" pada ringkikan suara bayi impala yang tidak berdaya. Naluri keibuannya di manipulasi oleh alam untuk melindungi bayi impala tersebut bahkan dengan nyawanya sendiri!
Kutukan terpaksa dia jalani sampai pengaruhnya menghilang.

Dan secara khusus kita sangat bergantung dengan spisies atau sesama kita: Manusia. Antara logika dan intuisi mengikat kita untuk hidup bersama.

3. DAN JIKA KITA HIDUP ABADI.

Ada sebuah cerita yang tidak diketahui kebenarannya, bahwa Einstein hampir saja bisa hidup abadi dan menemukan rahasianya setelah bertahun tahun melakukan penelitian di dalam laboratoriom rahasia di dalam rumahnya. Suatu hari setelah melakukan penelitian lebih jauh tiba tiba dia memutuskan untuk menghancurkan laboratoriomnya dan mengubur rahasia hidup abadi yang dia temukan untuk selamanya. Setelah itu dia terkenal dengan ucapannya: Untuk apa hidup abadi? Dan Einstein mati seperti manusia biasa. Einstein tidak terlihat takut terhadap kematian.

Sebelum meninggal dia sempat berpesan agar jasadnya dibakar dan abunya dibuang ditempat yang tidak dikenal. Namun "wasiatnya" ini seperti diketahui umum tidak dikabulkan oleh orang yang mengurus kematiannya.

Itu hanyalah sebuah teka teki yang menggelitik, kita sering terperangkap dalam paradox pemikiran kita sendiri. Ada alasannya mengapa kita menjadi makhluk yang fana.

Manusia memiliki harapan hidup rata rata -60-70 tahun, jika tetap hidup walaupun tidak terlihat renta kita akan segera merasa kesepian! Jika ada manusia yang dapat hidup tiga kali lipat usia tersebut kesepian dan kebosanan akan semakin membuat tulang belulang menjadi "dingin".

Teknologi akan mungkin sekali akan membantu manusia mencapai kehidupan lebih lama, akan tetapi jika hanya segelintir orang yang mampu membayar harga panjang umur dapat dipastikan mereka akan melampui usia hidup beberapa generasi. Mesin tubuh mereka bisa kuat tetapi seluruh memori dan ingatan akan mencatat pengalaman masa lalu daripada mereka yang meninggal dan pergi dari depan hidung mereka, mereka akan kesepian.

Itu adalah konsekwensi ketidak merataan panjang umur hidup dikalangan spesies manusia, orang panjang umur akan merasa menjadi "zombie". Akan tetapi jika sebagian besar umat manusia dapat mencapai hidup sama panjangnya barulah "sindrom kesepian" ini akan dapat dihilangkan.

4. AKHIRNYA TIDAK ADA BEDANYA LAGI JIKA MENJADI ABADI DAN FANA.

Akhirnya tidak ada bedanya lagi hidup 60 tahun dengan seribu tahun jika semua manusia telah mencapai usia tersebut. Seribu tahun adalah hal biasa. Bisa jadi tabiat waktu relatif  adalah alasan Einstein untuk tidak memilih hidup lebih lama, jika kisah diatas adalah benar.

Saya akan menikah dengan seorang wanita yang usianya bisa mencapai seribu tahun dengan masa muda 900 tahun, apa yang terjadi, kebosanan yang lebih panjang ataukan kesia siaan yang lebih panjang? Jika kebahagiaan selama seribu tahun hukum relativitas mengatakan seribu tahun akan terasa hanya sedetik!

Fikirkan, saya harus berbisnis selama 800 tahun, menikah selama 900 tahun apa perbedaannya? Dan saya akan melihat semua hewan peliharaan mati dalam sekejap mata karena usia mereka yang hanya 20 tahun itu tidak sebanding dengan lamanya hidup saya yang seribu tahun, berapa kali kesedihan saya jika harus melihat anjing kesayangan saya mati setiap dua puluh tahun dalam seribu tahun hidup saya? Oh tidak, tentu saja teknologi juga akan membuat hewan peliharaanmu tetap lucu selama 700 tahun, jika demikian apa perbedaannya hidup 60 tahun dengan 600 ratus tahun dalam rutinitas hidup selain angka dan hitungan?

Jadi hidup kita bukanlah sekedar sebuah hitungan angka dalam waktu, hidup adalah bagaimana itu berjalan dengan benar dalam tata ruang waktu.

5. PERJALANAN RUANG ANGKASA

Namun cerita akan sebgera menjadi lain, jika kelak kita dapat mengarungi angkasa luar dunia, kita mungkin butuh hidup seribu tahun lamanya karena jarak planet ke planet membutuhkan ratusan tahun perjalan cahaya. Astaga cahaya yang begitu cepat saja butuh waktu ratusan bahkan ribuan tahun?

Jika dikombinasikan usia panjang manusia dengan kecepatan kapal angkasa yang mungkin akan mampu mencapai kecepatan cahaya, usia hidup panjang manusia terasa akan menjadi masuk akal. Kita tidak dapat menjengkal betapa majunya teknologi kapal angkasa dimasa depan, segala detail dan hitungan pasti sudah demikian tinggi akurasinya. Kita mungkin kelak akan berevolusi menjadi makhluk pengembara di alam semesta yang mampu singgah dari dunia (baca planet) yang satu ke dunia yang lain. Kita tidak perlu lagi terkungkung di bumi tempat asal spesies kita diciptakan. Kita akan berkelana hingga ke ujung alam semesta dan menjadi makhluk yang abadi.

Namun abadi bukan berarti tidak bisa mati. Keabadian manusia hanyalah manipulasi batasan hidup. Dan itupun kelak hanya terlihat sebagai hitungan dan angka angka tidak akan selalu serta merta menyentuh esensi kehidupan itu sendiri diamana tidak akan bedanya lagi hidup 70 tahun dengan 700 tahun.

6. KELAHIRAN, KESELAMATAN, TAKDIR DAN KEMATIAN.

Keabadian juga mungkin akan menelan sumberdaya alam jika angka kelahiran dan angka kematian tidak lagi seimbang,  populasi manusia bertambah mungkin juga tidak berkat teknologi kita dapat mengolah sumberdaya jauh lebih efektif. Tapi manusia bisa memutuskan untuk berhenti menambah populasi atau jumlah kelahiran karena sudah terbayar dengan keabadian.

Pola hidup berpasangan akan berubah arahnya karena tujuan berketurunan sudah tidak sepenting di masa lalu. Perkawinan akan menjadi hal nomor 3, kesenangan naluriah perlahan akan terkikis karena orientasi gender semakin terpolarisasi oleh lingkungan.

Namun tantangan hidup di jagat raya juga sangatlah besar, ada banyak terdapat berbagai ancaman keamanan dan keselamatan hidup kita yang harus diatasi. Pembatasan ini dibuat oleh hukum. Keabadian tetap memiliki kendala: Manusia tetap bisa mati jika terkena bencana kosmis yang belum mereka ketahui cara mengatasinya. Apa yang belum dapat diatasi oleh ilmu pengatahuan dan apa yang kita sebut sebagai takdir yang harus dicarikan jalan pemecahannya..

Catatan: Tulisan ini hanyalah bahan renungan dari penulis.

4 Komentar

Silahkan berkomentar sesuai dengan topik kita ya...

  1. Iya, hidup itu seperti siklus, selalu berulang. Kalau semua hidup abadi, sumberdaya alam apakah juga abadi? Aneh, kalau kita hidup selamanya tapi tidak ada apa² yang bisa kita gunakan karena sudah habis semua.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pemikiran ini mulai di aplikasikan melalui berbagai eksprimen

      Hapus
  2. Manusia sdh pernah melewati masa2 hidup ribuan tahun.

    Jaman dulu org2 hidupnya ribuan tahun alasannya supaya dpt mengumpulkan amal sebanyak2nya.

    Namun setelah kemunculan Nabi terakhir umur kita dipersingkat dan jika ingin amal yg banyak amal yg setara 1000 bulan yaitu cari Lailatul Qadr.

    Cape banget mgkn klo hidup ribuan tahun tapi pengecualian buat Nabi Khidr yg konon katanya msh ada sampai skrg muncul mnemui org yg ingin dia temui.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Para pemikir itu pada prinsipnya berfikir begini: Merealisasikan yang tidak mungkin menjadi mungkin. Atau menemukan batas dan mendobraknya

      Hapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak